Paramount express lumayan bagus menurutku, kalau dibandingkan dengan bis eksekutif Jakarta-Solo atau Jogja-Surabaya kira-kira samalah. Aku berangkat dari Phnom Penh jam 08.00 malam, setelah makan malam ama pak Alim. Sepanjang jalan aku lihat kamboja itu benar-benar miskin. Rumah-rumah penduduknya hampir semuanya semi permanen terbuat dari kayu, modelnya seperti rumah panggung dengan tiang-tiang penyangga dari kayu sebagian ada yang dari semen. Tapi herannya, mereka itu hampir semuanya bisa bahasa inggris, bahkan anak-anak umur 6-7 tahun pun bisa, walaupun untuk sekedar menawarkan dagangan dan menolak untuk ditawar dengan harga yang jauh lebih rendah. Kalau aku tanya, bisa bicara pakai bahasa inggris belajar dari mana, mereka rata-rata menjawab belajar dari turis.
Sampai di Siem Reap jam 02.00 dini hari, hari sabtu. Jangan dibayangkan ibukota propinsinya itu segede Semarang, Surabaya atau bahkan segede Solo, Siem Reap itu benar-benar kota kecil, mungkin sebesar kota kabupaten di pulau Jawa. Hanya jalan utama dan sekitarnya saja yang ada bangunan lumayan besar, sedangkan sisanya, wuih.. ndeso banget. Jalanan kampung masih tanah merah berdebu, rumah penduduk kebanyakan dari kayu dan agak kotor. Aku pokoknya mo turun di tempat pemberhentian terakhir bis yang aku tumpangi itu. Ternyta masih ada juga penumpang lain yang juga sama seperti aku, turun di tempat terakhir pemberhentian bis. Dan tempat terakhir pemberhentian bis itu adalah.. dreng dheng... bukan di halte atau di terminal melainkan di markas bis paramount ekspress di garasinya.. haha.. parah banget.
Di garasi bis paramount itu ternyata sudah berkumpul tukang ojek dan tukang tuk-tuk. Mereka dengan lancar berbahasa inggris menawarkan ojeknya tau tuk-tuknya, bahkan ada yang mau mencarikan tempat nginap. Ibu-ibu dan anaknya cewek yang semalaman duduk di kursi sebelah kiri baris sebelahku selama dari Phnom Penh ke Siem Reap itu juga menawarkan rumahnya sebagai gueshouse.. hihi... Menurut beberapa referensi dan juga berdasarkan email dari hostel yang sudah aku booking sebelumnya, aku bisa dijemput sama supir tuk-tuk mereka atau kalaupun nggak ada yang jemput aku bisa naik tuk-tuk atau ojek dengan ongkos 2 dolar. Yau dah, aku telpon hostel itu dan resepsionisnya nggak bisa menemukan supir tuk-tuk atau ojek yang available. Akhirnya ngojeklah aku ke hostel itu sekitar 15 menit, bayar 2 Dolar amerika. Sampai hostel itu, hm.. emang bener kata pemberi referensi di hostelbooker.com emang murah 6 USD permalam udah seperti wisma MM UGM seharga 200.000, bersih dan nyaman. Keesokan harinya kulihat banyak bule dan anak-anak China daratan nginep disana.
Paginya aku ngobrol ama pemilik hostel itu, orang kamboja asli entah Khmer entah Champa entah China. Orangnya seperti orang Indonesia, tapi bisa bahasa inggris lancar walau grammarnya kacau dan dia juga bisa bahasa China. Di cerita kalau orang-orang bawahannya itu heran kok ada orang kamboja nginep di hostelnya hehe.. mereka mengira aku ini orang Kamboja, hm... iya sih, kalau aku lihat emang nggak beda antara orang Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam.. same same kata mereka, haha... dulu di Vietnam aku dikira orang Vietnam, ketika mo balik ke Bangkok, ketemu orang Thailand di Bandara Ho Chi Minh city aku diajak ngobrol thai.. di kamboja juga di ajak ngobrol kamboja.. mukaku emang universal haha..
Ngobrol dengan dia tu bikin aku kagum aja. Sebelumnya dia ngobrol ama bule, aku sempat nguping. Intinya dia tau yang diinginkan tamunya. Termasuk keinginanku, dia bilang kalau dia dapat informasi dari anakbuahnya aku mau menikmati angkorwat 3 hari. Lalau diperkenalkanlah aku dengan Salim, supir tuk-tuk asli Kamboja, katanya keturunan Champa dan pernah kerja di Malaysia 3 tahun dan bisa berbicara bahasa Malay alhamdulillah dia islam. Dia aku buatkan blog juga lho, biar ada yang make jasa dia. Coba lihat http://angkor-tuktukservice.blogspot.com/. Aku keliling dengan dia selam 3 hari di Siem Reap dan aku minta dia ikut aku kemana saja untuk memotret aku. Hehe..
No comments:
Post a Comment